Jumat, 30 April 2010

PENJELASAN PEMBERLAKUAN PERKAP NO. POL. : 7 TAHUN 2006 DAN PERKAP NO. POL. : 8 TAHUN 2006


KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
MARKAS BESAR



SURAT EDARAN
Nomor : SE/ 01 /IV/2010


tentang

PENJELASAN PEMBERLAKUAN
PERATURAN KAPOLRI NO. POL. : 7 TAHUN 2006
TENTANG
KODE ETIK PROFESI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAN
PERATURAN KAPOLRI NO. POL. : 8 TAHUN 2006
TENTANG
ORGANISASI DAN TATA KERJA KOMISI KODE ETIK
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA




1.         Rujukan:
a.         Peraturan Kapolri No. Pol. : 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b.         Peraturan Kapolri No. Pol. : 8 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia;
c.         Pernyataan dari pihak-pihak tertentu mengenai tidak berlakunya Peraturan Kapolri No. Pol. : 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Peraturan Kapolri No. Pol. : 8 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia, dengan alasan belum diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.

2.                  Sehubungan dengan rujukan tersebut di atas, dengan ini diberitahukan bahwa Peraturan Kapolri No. Pol. : 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Peraturan Kapolri No. Pol. : 8 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia tetap berlaku, walaupun belum didaftarkan dalam Berita Negara Republik Indonesia, dengan penjelasan sebagai berikut:
a.         Peraturan Kapolri dimaksud merupakan amanat dari Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan mengikat sesuai Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
b.         ketentuan dalam Pasal 45 sampai dengan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mengharuskan peraturan perundang-undangan untuk diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia dan Berita Negara Republik Indonesia, belum ditindaklanjuti dengan peraturan pelaksanaannya, sehingga pada tanggal 25 Januari 2007 dikeluarkan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-Undangan
c.         walaupun Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tidak didelegasikan oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, namun penerbitan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 merupakan kewenangan Presiden berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 selaku penyelenggara pemerintahan. Disamping itu penerbitan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 mengacu pada Pasal 39 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 yang diperbolehkan menyusun peraturan perundang-undangan di luar perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
d.         dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tidak secara tegas menyebutkan mengenai pengundangan peraturan menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen (termasuk Peraturan Kapolri). Hal itu baru diatur secara tegas dalam Pasal 25 Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-Undangan;
e.         berdasarkan ketentuan pada angka 2 huruf a, b, c dan d di atas, maka penempatan Peraturan Kapolri dalam Berita Negara dilaksanakan mulai tanggal 25 Januari 2007, sehingga Peraturan Kapolri yang diterbitkan sebelum tahun 2007 tetap berlaku walaupun belum diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia, karena Peraturan Presiden dimaksud tidak berlaku surut
f.          pada ketentuan Penutup Peraturan Kapolri dirumuskan bahwa Peraturan Kapolri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, jadi bukan pada tanggal diundangkan, sehingga Peraturan Kapolri No. Pol. : 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Peraturan Kapolri No. Pol. : 8 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia berlaku pada tanggal ditetapkan yaitu pada tanggal 1 Juli 2006;

3.         Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka untuk penyelesaian perkara anggota Polri dalam hal melanggar kode etik tetap mempedomani Peraturan Kapolri No. Pol. : 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Peraturan Kapolri No. Pol. : 8 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

4.         Demikian untuk menjadi maklum.



Dikeluarkan di : Jakarta
pada tanggal : April 2010

a.n. KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
KADIVBINKUM



Drs. BADRODIN HAITI
INSPEKTUR JENDERAL POLISI

Kamis, 29 April 2010

UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas angkutan jalan raya


UNDANG UNDANG NOMOR. 22 THN 2009
Tentang
LALU LINTAS ANGKUTAN JALAN RAYA
(PASAL – PASAL YANG PERLU DI CERMATI)

1.      Setiap Orang Mengakibatkan gangguan pada : fungsi rambu lalu lintas, Marka Jalan, Alat pemberi isyarat lalu lintas fasilitas pejalan kaki, dan alat pengaman pengguna jalan.Pasal 275 ayat (1) jo pasal 28 ayat (2) Denda : Rp 250.000
2.      Setiap Pengguna Jalan Tidak mematuhi perintah yang diberikan petugas Polri sebagaimana dimaksud dalam pasal 104 ayat ( 3 ), yaitu dalam keadaan tertentu untuk ketertiban dan kelancaran lalu lintas wajib untuk : Berhenti, jalan terus, mempercepat, memperlambat, dan / atau mengalihkan arus kendaraan.
3.      Pasal 282 jo Pasal 104 ayat (3)Denda : Rp 250.0003. SETIAP PENGEMUDI (PENGEMUDI SEMUA JENIS RANMOR ).
a.      Tidak bawa SIM
Tidak dapat menunjukkan Surat Ijin Mengemudi (SIM) yang Sah Pasal 288 ayat (2) jo Pasal 106 ayat (5) hrf b.Denda : Rp 250.000

b.      Tidak memiliki SIM
Mengemudikan kendaraan bermotor di jalan, tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) Pasal 281 jo Pasal 77 ayat (1)Denda : Rp 1.000.000

c.      STNK / STCK tidak Sah
Kendaraan Bermotor tidak dilengkapi dengan STNK atau STCK yang ditetapkan oleh Polri. Psl 288 ayat (1) jo Psl 106 ayat (5) huruf a.Denda : Rp 500.000

d.      TNKB tidak Sah
Kendaraan Bermotor tidak dipasangi Tanda Nomor Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Polri.Pasal 280 jo pasal 68 ayat (1)Denda : Rp 500.000

e.      Perlengkapan yang dapat membahayakan keselamatan.
Kendaraan bermotor dijalan dipasangi perlengkapan yang dapat menganggu keselamatan berlalu lintas antara lain ; Bumper tanduk dan lampu menyilaukan. Pasal 279 jo Pasal 58Denda : Rp 500.000

f.       Sabuk Keselamatan
Tidak mengenakan Sabuk Keselamatan Psl 289 jo Psl 106 Ayat (6) Denda : Rp 250.000

g.      Lampu utama malam hari
Tanpa menyalakan lampu utama pada malam hari dan kondisi tertentu. Pasal 293 ayat (1)jo pasal 107 ayat (1) Denda : Rp 250.000

h.      Cara penggandengan dan penempelan dgn kendaraan lain
Melanggar aturan tata cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain Pasal 287 ayat (6) jo pasal 106 (4) hrf hDenda : Rp 250.000

i.       Ranmor Tanpa Rumah-rumah Selain Sepeda Motor
Mengemudikan Kendaraan yang tidak dilengkapi dengan rumah –rumah, tidak mengenakan sabuk keselamatan dan tidak mengenakan Helm.Pasal 290 jo Pasal 106 (7).Denda : Rp 250.000

j.       Gerakan lalu lintas
Melanggar aturan gerakan lalu litas atau tata cara berhenti dan parkirPasal 287 ayat (3) jo Pasal 106 ayat (4) eDenda : Rp 250.000

k.      Kecepatan Maksimum dan minimum
Melanggar aturan Batas Kecepatan paling Tinggi atau Paling RendahPsl 287 ayat(5) jo Psl 106 ayat (4) hrf (g) atau psl 115 hrf (a)Denda : Rp 500.000

l.       Membelok atau berbalik arah
Tidak memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan saat akan membelok atau berbalik arah. Pasal 294 jo pasal 112 (1).Denda : Rp 250.000

m.     Berpindah lajur atau bergerak ke samping
Tidak memberikan isyarat saat akan berpindah lajur atau bergerak kesamping.Pasal 295 jo pasal 112 ayat (2)Denda : Rp 250.000

n.      Melanggar Rambu atau Marka
Melanggar aturan Perintah atau larangan yang dinyatakan dengan Rambu lalu lintas atau MarkaPsl 287 ayat(1) jo psl 106(4) hrf (a) dan Psl 106 ayat(4) hrf (b)Denda : Rp 500.000

o.      Melanggar Apill (TL)
Melanggar aturan Perintah atau larangan yang dinyatakan dengan alat pemberi isyarat Lalu Lintas. Psl 287 ayat (2) jo psl 106(4) hrf (c) Denda : Rp 500.000
p.      Mengemudi tidak Wajar - Melakukan kegiatan lain saat mengemudi -Dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di jalanPasal 283 jo pasal 106 (1).Denda : Rp 750.000
q.      Diperlintasan Kereta Api
Mengemudikan Kendaran bermotor pada perlintasan antara Kereta Api dan Jalan, tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, Palang Pintu Kereta Api sudah mulai ditutup, dan / atau ada isyarat lain.Pasal 296 jo pasal 114 hrf (a)Denda : Rp 750.000

r.       Berhenti dalam Keadaan darurat.
Tidak Memasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan Bahaya atau isyarat lain pada saat berhenti atau parkir dalam keadaan darurat dijalan.Pasal 298 jo psl 121 ayat (1)Denda : Rp 500.000

s.      Hak utama Kendaraan tertentu
Tidak memberi Prioritas jalan bagi kendaraan bermotor memiliki hak utama yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar dan / atau yang dikawal oleh petugas Polri
a.      Kendaraan Pemadam Kebakaran yang sedang melaksanakan tugas
b.      Ambulan yang mengangkut orang sakit ;
c.      Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan Lalu lintas,
d.      Kendaraan Pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia;
e.      Kendaraan Pimpinan dan Pejabat Negara Asing serta Lembaga internasional yg menjadi Tamu Negara
f.       Iring – iringan Pengantar Jenazah,  Konvoi dan / atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian RI.Pasal 287 ayat (4) jo Pasal 59 dan pasal 106 (4) huruf (f) jo Pasal 134 dan pasal 135.Denda : Rp 250.000
t.       Hak pejalan kaki atau Pesepeda
Tidak mengutamakan pejalan kaki atau pesepeda Pasal 284 jo 106 ayat (2).Denda : Rp 500.000

Kamis, 22 April 2010

Tata Cara Permintaan Pemeriksaan Bidang Kimia dan Biologi Forensik


PERSYARATAN PERMINTAAN PEMERIKSAAN
BIDANG BIDANG KIMIA BIOLOGI FORENSIK


sesuai

PERKAP NOMOR  10  TAHUN  2009

 

Paragraf 1

Pemeriksaan Barang Bukti Bahan Kimia Yang  Belum Diketahui
Unsur/Senyawanya (unknown material) dan Produk Industri

Pasal 53

Pemeriksaan barang bukti bahan kimia yang belum diketahui unsur/senyawanya (unknown material) dan produk industri dilaksanakan di Labfor Polri dan/atau di TKP.
Pasal 54

(1)       Pemeriksaan barang bukti bahan kimia yang belum diketahui unsur/senyawanya (unknown material) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 wajib memenuhi persyaratan formal sebagai berikut:
a.         permintaan tertulis dari kepala kesatuan kewilayahan atau kepala/pimpinan instansi;
b.         laporan Polisi;
c.         BA saksi/tersangka atau laporan kemajuan; dan
c          BA pengambilan, penyitaan, penyisihan, dan pembungkusan barang bukti.

(2)       Pemeriksaan barang bukti barang bukti bahan kimia yang belum diketahui unsur/senyawanya (unknown material) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 wajib memenuhi persyaratan teknis, sebagai berikut:
a.                  jenis  barang bukti:
1.         barang bukti unknown material berupa zat padat, cair, dan gas;
2.         barang atau benda lain yang kemungkinan terkena zat yang dimaksud di atas; dan
2.         wadah atau pembungkus yang diperkirakan berasal atau berhubungan dengan barang bukti.

b.         jumlah barang bukti:
1.         untuk barang bukti yang jumlahnya kecil, diambil secara keseluruhan;
2.         untuk barang bukti yang jumlahnya besar, dilakukan penyisihan sampel secara acak (random) sehingga dapat mewakili dari keseluruhan barang bukti;
3.         apabila barang bukti sudah tidak diketemukan lagi, maka wadah atau tempat yang diperkirakan bekas barang bukti diambil dan dikumpulkan;
4.         apabila terdapat benda-benda lain yang diperkirakan ada hubungannya dengan barang bukti, harus diambil; dan
5.         apabila penyidik tidak dapat mengambil barang bukti di TKP segera menghubungi petugas Labfor untuk pengambilan barang bukti.

c.         pengamanan dan pengawetan barang bukti:
1.                  barang bukti padat atau cair dimasukan ke dalam wadah yang sesuai dengan jenis dan sifat zatnya sehingga tidak terjadi kontaminasi, untuk sebagian besar bahan kimia dapat digunakan wadah dari bahan kaca berwarna gelap yang dapat ditutup rapat;
2.                  apabila barang bukti dalam bentuk gas harus ditempatkan pada tabung baja stainless steel/kaca yang tertutup dengan rapat (peralatan khusus); dan
3.                  apabila barang bukti mempunyai kemasan/label dijaga agar label pada kemasan tidak hilang/rusak.

d.         pembungkusan, penyegelan, dan pelabelan barang bukti:
1.         barang bukti yang ditempatkan pada gelas, diusahakan cara pengemasannya dihindarkan dari pengaruh goncangan, sebagai berikut:
a)         diantara gelas diberi bubukan kertas atau busa; dan
b)                  diberi tanda barang mudah pecah, jangan dibalik.
2.         barang bukti dibungkus, diikat, dilak, disegel, dan diberi label; dan
3.         barang bukti yang tidak dibungkus dengan kertas, maka tutupnya harus terikat benang dan disegel serta diberi label.

Pasal 55

(1)       Pemeriksaan barang bukti produk industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 wajib memenuhi persyaratan formal sebagai berikut:
a.                  permintaan tertulis dari kepala kesatuan kewilayahan atau kepala/pimpinan instansi;
b.                  laporan polisi ;
c.                  BAP saksi/tersangka atau laporan kemajuan; dan
d.                  BA pengambilan, penyitaan, penyisihan, dan pembungkusan barang bukti.

(2)       Pemeriksaan barang bukti produk industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 wajib memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:
a.         pengambilan dan pengumpulan barang bukti :
1.         apabila ditemukan di TKP (tempat pemalsuan) barang bukti yang harus diambil antara lain bahan dasar/baku, bahan-bahan tambahan (aditive), bahan-bahan kemasan/label, barang setengah jadi dan barang yang siap dipasarkan;

2.         untuk barang bukti yang jumlahnya besar, dilakukan penyisihan sampel secara acak (random) sehingga dapat mewakili dari keseluruhan barang bukti sebagai berikut:
a)         padatan diambil dari beberapa bagian (atas, tengah dan bawah) kemudian dicampurkan sampai merata dan dibagi  menjadi  empat  bagian   serta diambil satu bagian. Apabila masih terlalu banyak maka dicampur/diaduk lagi sampai merata dapat dibagi menjadi empat bagian serta diambil satu bagian. Demikian seterusnya sampai didapat jumlah Barang Bukti kurang lebih 2-4 kg; dan
b)         cairan diambil dari beberapa bagian (atas, tengah dan bawah) dengan menggunakan pompa/pipet kemudian dicampur/diaduk sampai merata dan dari    campuran      tersebut     diambil sebanyak 2-5 liter (contoh  : minyak pelumas/oli, solar, bensin dan sebagainya).

3.         untuk barang bukti yang jumlahnya kecil, diambil secara keseluruhan;

4.         apabila barang bukti mempunyai kemasan/label dan dapat dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri kemasannya terlebih dahulu dan kemudian baru dilakukan penyisihan sampel secara random, dengan cara mengambil pada bagian-bagian yang berbeda dari tiap-tiap kelompok 3-5 buah; dan

5.         apabila terdapat benda-benda lain yang diperkirakan ada hubungannya dengan barang bukti harus diambil.

b.         pengamanan barang bukti sebagai berikut:
1.                  barang bukti yang tidak berkemasan wadah yang paling cocok adalah terbuat dari bahan kaca berwarna gelap dan dapat ditutup dengan rapat;
2.                  apabila   barang   bukti   berupa   gas    harus ditempatkan pada tabung baja stainless steel/kaca yang tertutup dengan rapat (peralatan khusus);
3.                  apabila barang bukti mempunyai kemasan/label dijaga agar  etiket pada kemasan tidak hilang/rusak dan dihindarkan memberikan tanda/kode pada gambar/tulisan yang merupakan bagian utama/pokok dari label tersebut; dan
4.                  apabila perlu dapat ditambahkan dengan bahan pengawet.

c.         pembungkusan, penyegelan dan pelabelan barang bukti:
1.         barang bukti yang ditempatkan pada gelas atau berkemasan dari kaca, diusahakan cara pengemasannya dihindarkan dari pengaruh goncangan, sebagai berikut:
a)         diantara gelas  diberi bubukan kertas        atau busa;
b)         diberi   tanda   barang  mudah  pecah  dan tanda jangan dibalik;
2.         barang bukti dibungkus, diikat,  dilak, disegel, dan diberi label;
3.         barang bukti yang berkemasan sebaiknya dibungkus dengan kertas pembungkus untuk menjaga keutuhan dari label/etiket kemasan; dan
4.         barang bukti yang tidak dibungkus dengan kertas, maka tutupnya harus terikat benang, disegel dan diberi label.

d.         apabila terdapat barang bukti yang diduga dipalsukan, selain dikirimkan barang buktinya, wajib dikirimkan barang bukti pembanding yang dilengkapi dengan pernyataan keaslian pembanding dari produsen resmi; dan

e.         apabila penyidik tidak dapat mengambil barang bukti di TKP segera menghubungi petugas Labfor untuk mengambil barang bukti.

 

 

Paragraf  2

Pemeriksaan Barang Bukti Pencemaran dan Perusakan Lingkungan

Pasal 56

Pemeriksaan barang bukti pencemaran dan perusakan lingkungan dilaksanakan di Labfor Polri dan/atau di TKP.

Pasal 57

(1)       Pemeriksaan barang bukti pencemaran dan perusakan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 wajib memenuhi persyaratan formal sebagai berikut:
a.                  permintaan tertulis dari kepala kesatuan kewilayahan atau kepala/pimpinan instansi;
b.                  Laporan Polisi;
c.                  BA pemeriksaan TKP;
d.                  BAP saksi/tersangka atau laporan kemajuan; dan
e.                  BA  pengambilan, penyitaan dan pembungkusan barang bukti.

(2)       Pemeriksaan barang bukti pencemaran dan perusakan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 wajib memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:
a.         pengambilan barang bukti:
1.         barang   bukti   berupa bahan kimia unknown material, alat-alat yang digunakan untuk pencemaran dan perusak lingkungan hidup, disita sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
2.         barang bukti berupa korban pencemaran/perusakan lingkungan hidup, diambil sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
3.         barang bukti berupa   limbah/emisi   yang   mengandung   zat pencemar diambil/disita sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
4.         barang bukti limbah/emisi harus segera diambil, karena akan mengalami perubahan perwaktu dan sangat berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan;
5.         barang bukti lain berupa dokumen kegiatan operasional perusahaan yang berhubungan dengan pembuangan limbah diambil/disita sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan
5.         apabila penyidik tidak dapat mengambil barang bukti di TKP segera menghubungi petugas Labfor untuk mengambil barang bukti.
b.         pengumpulan barang bukti:
1.         barang bukti yang berupa limbah/emisi dan sumber daya alam non hayati dikumpulkan/disimpan dalam wadah/botol yang bersih (hindari penggunaan wadah/botol bekas);
2.         untuk kasus/perkara pencemaran/perusak lingkungan hidup tertentu, dilakukan pemeriksaan barang bukti di lapangan/TKP; dan
3.         agar barang bukti tidak mengalami perubahan atau terkontaminasi selama dalam penyimpanan/perjalanan ke laboratorium pemeriksa, lakukan pengawetan terhadap barang bukti tersebut, sesuai dengan jenis barang bukti dan tujuan pemeriksaan.
c.         pembungkusan, penyegelan, dan pelabelan barang bukti:
1.         barang bukti yang berupa limbah/emisi dan sumber daya non hayati, setelah disimpan dalam botol disegel dan diberi label. Pada label dicantumkan:
a)         jenis dan jumlah barang bukti;
b)         lokasi pengambilannya;
c)         tanggal/bulan/tahun pengambilan;
d)         jam pengambilan; dan
e)         nama dan tanda tangan petugas pengambil/penyita barang bukti; dan
2.         barang bukti yang berupa dokumen-dokumen kegiatan sumber pencemar/perusak lingkungan hidup, dibungkus, diikat, dilak, disegel dan diberi label.


 

Paragraf 3

Pemeriksaan Barang Bukti Keracunan

Pasal 58

Pemeriksaan barang bukti keracunan dilaksanakan di Labfor Polri dan/atau di TKP.

Pasal 59

(1)       Pemeriksaan barang bukti keracunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 wajib memenuhi persyaratan formal sebagai berikut:
a.                  permintaan tertulis dari kepala kesatuan kewilayahan atau kepala/pimpinan instansi;
b.                  laporan polisi;
c.                  BAP saksi/tersangka atau laporan kemajuan;
d.                  Visum et Repertum atau surat pengantar dokter forensik bila korban meninggal atau riwayat kesehatan (medical record) bila korban masih hidup;
e.                  BA pengambilan, penyitaan dan pembungkusan barang bukti.

 (2)      Pemeriksaan barang bukti keracunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 wajib memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:
a.         jumlah barang bukti:
            1.         korban masih hidup (kasus keracunan):
a)         sisa makanan minuman (bila ada);
b)         muntahan (bila ada);
c)         cairan tubuh korban seperti:
1)         urine (25 ml);
2)         darah (10 ml); dan
3)         cairan lambung.
d)         sisa obat-obatan yang diberikan dokter beserta resepnya (bila korban sempat mendapat perawatan dokter).
2.         korban mati/meninggal:
            a)         organ/jaringan tubuh:
1)         lambung beserta isi (100 gr);  
2)         hati (100 gr);  
3)         ginjal (100 gr);  
4)         jantung (100 gr);  
5)         tissue adipose (jaringan lemak bawah perut) (100 gr);  dan
6)         otak (100 gr).
b)         cairan tubuh:
1)         urine (25 ml);  
2)         darah (10 ml); dan  
c)         sisa makanan, minuman, obat-obatan, alat/peralatan/wadah antara lain piring, gelas, sendok/garpu, alat suntik, dan barang-barang lain yang diduga ada kaitannya dengan kasus; dan
d)         barang bukti pembanding bila diduga sebagai penyebab kematian korban.
3.         korban mati telah dikubur:
a)         apabila mayat korban belum rusak, maka barang bukti yang diperlukan sama dengan barang bukti sebagaimana dimaksud pada angka 2;
b)         apabila mayat korban sudah rusak/hancur maka barang bukti yang diperlukan adalah:
1)         tanah bagian bawah lambung/perut korban;
2)         tanah bagian bawah kepala korban;
3)         rambut korban; dan
4)         kuku jari tangan dan jari kaki korban.
b.         pengambilan barang bukti:
1.         pengambilan barang bukti organ tubuh/jaringan tubuh dan cairan tubuh untuk korban mati dilakukan oleh dokter pada saat otopsi;
2.         pengambilan barang bukti darah dan cairan lambung untuk korban hidup dilakukan oleh dokter atau para medis; dan
3.         apabila penyidik tidak dapat mengambil barang bukti di TKP segera menghubungi petugas Labfor untuk mengambil barang bukti.
c.         pengumpulan barang bukti:
1.                  tiap jenis barang bukti ditempatkan dalam wadah yang terpisah;
2.         khusus untuk organ tubuh, gunakan wadah berupa botol mulut lebar/toples yang terbuat dari gelas atau plastik yang masih bersih dan baru (hindari pemakaian botol/toples bekas);
3.         barang bukti tidak diawetkan dengan formalin, kecuali untuk pemeriksaan Pathologi Anatomi, menggunakan  bahan pengawet formalin 10%;
4.         barang bukti yang mudah membusuk, organ tubuh, muntahan, dan sisa makanan diawetkan dengan menggunakan alkohol 96% hingga terendam;
5.         contoh alkohol yang digunakan sebagai bahan pengawet juga dikirimkan sebagai pembanding;
6.         untuk kasus dengan dugaan keracunan alkohol, barang bukti tidak diawetkan dengan Alkohol, tetapi barang bukti yang telah ditempatkan dalam wadah, wadahnya dimasukan kedalam Ice Box yang telah diisi es batu;
 7.        untuk kasus-kasus keracunan gas CO, alkohol dan obat-obatan, barang bukti darah diawetkan dengan antikoagulan heparin; dan
8.         setiap wadah barang bukti ditutup serapat mungkin, gunakan cellotape atau yang sejenis untuk menghindari kebocoran.
d.         pembungkusan dan penyegelan barang bukti:
1.         tiap jenis barang bukti harus dibungkus terpisah, diikat, dilak, disegel dan diberi label;
2.         tempat barang bukti dalam tempat/peti yang cukup kuat dan tidak mudah rusak;
3.         memberikan sekat antara botol yang satu dengan botol yang lain agar tidak berbenturan dan pecah;
4.         menutup peti dengan rapat, diikat dengan tali dan disegel serta diberi label; dan
5.         menandai peti dengan tanda “jangan dibalik dan jangan dibanting, awas pecah”.



Paragraf  4
Pemeriksaan Barang Bukti Narkoba

Pasal  60

Pemeriksaan barang bukti narkoba berupa bahan dasar (raw material dan precursor), darah/serum dan urine (body fluid) dilaksanakan di Labfor Polri dan/atau di TKP.

Pasal 61

(1)       Pemeriksaan barang bukti narkoba berupa bahan dasar (raw material dan precursor) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 wajib memenuhi persyaratan formal sebagai berikut:
a.         permintaan tertulis dari kepala kesatuan kewilayahan atau kepala/pimpinan instansi;
b.         laporan polisi;
c.         BA penyitaan barang bukti yang telah ditandatangani tersangka;
e.         BA penyisihan barang bukti yang telah ditandatangani tersangka;
f.          BA pembungkusan dan/atau penyegelan barang bukti yang telah ditandatangani tersangka;
g.         BAP saksi/tersangka atau laporan kemajuan; dan
h.         BA penahanan.

(2)       Pemeriksaan barang bukti narkoba berupa bahan dasar (raw material dan precursor) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 wajib memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:
a.         barang bukti berupa tanaman (daun, bunga dan biji) dapat langsung dikirimkan;
b.         barang bukti berupa sediaan farmasi (tablet, kapsul dan ampul) dikelompokkan sesuai dengan bentuk sediaannya;
c.         barang bukti berupa peralatan medis (alat suntik, spuit dan infus) dikirimkan secara utuh/keseluruhan;
d.         barang bukti berupa sisa penggunaan (puntung rokok, abu rokok, sisa kemasan vial, sisa kemasan, botol dan bong) dikirimkan secara utuh/keseluruhan;
e.         barang bukti dalam bentuk tablet, kapsul, dan ampul dalam jumlah yang besar, dilakukan penyisihan sampel secara acak (random) sehingga dapat mewakili dari keseluruhan barang bukti, dengan ketentuan:
1.         barang bukti kurang dari 10 (sepuluh) dikirim semua;
2.         barang bukti 10 (sepuluh) sampai dengan 100 (seratus) dikirim 10 (sepuluh) sampel; dan
3.         barang bukti lebih dari 100 (seratus) dikirim sampel sesuai dengan rumus   √n (n = jumlah barang bukti).

f.          barang bukti dalam bentuk tanaman, serbuk, kristal, padatan, atau cairan/kental dilakukan penyisihan sampel secara acak (random) sehingga dapat mewakili dari keseluruhan barang bukti, dengan ketentuan:
1.         barang bukti yang beratnya kurang dari 10 (sepuluh) gram atau volumenya 10 (sepuluh) ml, dikirim semua;
2.         barang bukti yang beratnya 10 (sepuluh) gram sampai dengan 100 (seratus) gram dikirim 10 (sepuluh) gram, atau yang volumenya 10 (sepuluh) ml sampai dengan 100 (seratus) ml dikirim10 (sepuluh) ml ; dan
3.         barang bukti yang beratnya lebih dari 100 (seratus) gram atau volumenya lebih dari 100 (seratus) ml dikirim sesuai dengan rumus  √n (n = jumlah barang bukti).
g.         barang bukti dibungkus, diikat, dilak, disegel dan diberi label; dan
h.         apabila penyidik tidak dapat mengambil barang bukti narkoba berupa bahan dasar (raw material dan precursor) sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dapat meminta bantuan petugas Labfor Polri untuk pengambilan barang  bukti atau pemeriksaan barang bukti langsung di TKP.

Pasal 62

(1)       Pemeriksaan barang bukti narkoba berupa darah/serum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 wajib memenuhi persyaratan formal sebagai berikut:
a.                  permintaan tertulis dari kepala kesatuan kewilayahan atau kepala/pimpinan instansi;
b.                    laporan polisi;
b.                  BA pengambilan barang bukti darah yang telah ditandatangani tersangka;
c.                  BA pembungkusan dan/atau penyegelan barang bukti yang telah ditandatangani tersangka;
d.                  BA penahanan; dan
e.                  BAP saksi/tersangka atau laporan kemajuan.

(2)       Pemeriksaan barang bukti narkoba berupa darah/serum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 wajib memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:
a.                  barang bukti darah/serum bagi pengguna narkoba secara oral/diminum, diambil antara 4 sampai dengan 48 jam setelah pemakaian;
b.                  barang bukti darah/serum bagi pengguna narkoba secara intra vena/disuntik,  diambil antara 2 sampai dengan 6 jam setelah pemakaian;
c.                  barang bukti darah diambil paling sedikit 10 (sepuluh) ml dengan diberi antikoagulan (Na. Sitrat/EDTA), sedangkan untuk serum paling sedikit 5 (lima) ml;
d.                  pengambilan darah/serum agar meminta bantuan tenaga medis (dokter) atau para medis (mantri kesehatan, bidan, perawat).
e.         barang bukti dibungkus, diikat, dilak, disegel dan diberi label.
f.          darah/serum dikirim, paling lambat 1 (satu) hari setelah pengambilan darah sudah diterima di Labfor Polri;
g.         selama dalam pengiriman, darah/serum yang telah ditempatkan dalam wadah, wadahnya dimasukan kedalam Ice Box yang telah diisi es batu;
h.         apabila penyidik tidak dapat mengambil barang bukti narkoba berupa darah/serum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dapat meminta bantuan petugas Labfor Polri untuk pengambilan barang  bukti atau pemeriksaan barang bukti langsung di TKP.


Pasal 63

(1)       Pemeriksaan barang bukti narkoba berupa urine sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 wajib memenuhi persyaratan formal sebagai berikut:
a.                  permintaan tertulis dari kepala kesatuan kewilayahan atau kepala/pimpinan instansi;
b.                  laporan polisi;
c.                  BA pengambilan barang bukti urine yang telah ditandatangani tersangka;
d.                  BA pembungkusan dan/atau penyegelan barang bukti yang telah ditandatangani tersangka;
e.                  BA penahanan; dan
f.                    BAP saksi/tersangka atau laporan kemajuan.

(2)       Pemeriksaan barang bukti narkoba berupa urine sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 wajib memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:
a.                  barang bukti urine bagi pengguna narkoba secara oral/diminum, diambil 1 (satu) sampai 4 (empat) hari setelah diminum;
b.                  barang bukti urine bagi pengguna narkoba secara intra vena/disuntik,  diambil  1 (satu) sampai 3 (tiga) hari setelah penggunaan;
c.                  barang bukti urine diambil paling sedikit 25 (dua puluh lima) cc, dimasukan kedalam wadah yang tidak mudah pecah dan ditutup, kemudian langsung disimpan dalam kulkas dengan temperatur dibawah 0o C;
d.                   wadah urine tidak boleh menggunakan kantong plastik, dan tutup wadah tidak boleh menggunakan bahan karet;
e.                  dilakukan pengujian/tes urine pendahuluan (screening test) sebelum dikirimkan ke Labfor Polri;
f.                    barang bukti dibungkus, diikat dilak, disegel dan diberi label;
g.                  paling   lambat  1  (satu) hari setelah pengambilan, urine sudah diterima di Labfor Polri;
h.                  selama  dalam  pengiriman,  urine yang telah ditempatkan dalam wadah, wadahnya dimasukan kedalam Ice Box yang telah diisi es batu; dan
i.                    apabila penyidik tidak dapat mengambil barang bukti narkoba berupa urine sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, dapat meminta bantuan petugas Labfor Polri untuk pengambilan barang  bukti atau pemeriksaan barang bukti langsung di TKP.



Paragraf 5

Pemeriksaan Barang Bukti Material Biologi

Pasal  64

(1)       Pemeriksaan barang bukti material Biologi dilaksanakan di Labfor Polri dan/atau di TKP.
 (2)      Barang bukti material Biologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain :
a.         darah kering, darah segar, dan jaringan tubuh;
b.         rambut;
c.         air mani/sperma;
d.         saliva/air liur,
e.         tumbuh-tumbuhan;
f.          polen;
g.         mikro organisme dalam tanah; dan
h.         daging hewan.


Pasal 65

Pemeriksaan barang bukti material biologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 wajib memenuhi persyaratan formal sebagai berikut:
a.                  permintaan tertulis dari kepala kesatuan kewilayahan atau kepala/pimpinan instansi;
b.                  laporan polisi;
c.                  BAP saksi/tersangka atau laporan kemajuan;
d.                  BA pengambilan, penyitaan, penyisihan,  dan pembungkusan barang bukti; dan
e.                  Visum et Repertum atau surat pengantar dokter forensik bila korban meninggal atau riwayat kesehatan (medical record) bila korban masih hidup.


Pasal 66

Pemeriksaan barang bukti darah dan jaringan tubuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf a wajib memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:
a.                  darah dan jaringan tubuh diambil sesuai dengan tata cara pengambilan barang bukti darah dan jaringan tubuh;
b.                  darah dan jaringan tubuh pada serpihan kecil, dikirim dalam keadaan kering;
c.                  Jaringan tubuh yang terdapat pada gigi dan tulang dari kerangka manusia, dikirim beserta gigi dan tulangnya dalam keadaan kering;
d.                  Jaringan tubuh yang terdapat pada gigi dan tulang dari mayat, setelah telah ditempatkan dalam wadah, wadahnya dimasukan kedalam Ice Box yang telah diisi es batu;
e.                  darah tidak boleh terkontaminasi atau terkena sinar matahari;
f.                    untuk mengetahui adanya darah korban dan tersangka pada pakaian korban, maka pakaian korban harus dikirim, dan tersangka yang terluka diperiksa golongan darahnya di laboratorium atau klinik rumah sakit/pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas);
g.                  setiap barang bukti bukti dimasukkan ke dalam wadah secara terpisah, dibungkus, diikat, dilak, disegel dan dilabel;
h.                  segera dikirim ke Labfor Polri; dan
g.         apabila penyidik tidak dapat mengambil barang bukti darah dan jaringan tubuh sebagaimana dimaksud dalam   huruf a, dapat meminta bantuan petugas Labfor Polri untuk pengambilan barang  bukti atau pemeriksaan barang bukti langsung di TKP.



Pasal 67

Tata cara pengambilan barang bukti darah dan jaringan tubuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf a, adalah sebagai berikut:
a.         darah segar
1.                  gunakan sarung tangan untuk menghindari kontaminasi;
2.                  tekan permukaan darah dengan sepotong kertas saring atau kain kasa/kain putih yang bersih,  sehingga darah terserap;
3.                  dalam hal darah ditemukan di beberapa lokasi, maka pada setiap lokasi digunakan kertas saring atau kain kasa/kain putih tersendiri;
4.                  serapan darah dikeringkan di ruang terbuka dengan di angin-anginkan tanpa menggunakan alat pengering dan tidak boleh langsung terkena sinar matahari; dan
5.                  serapan darah yang diambil dari masing-masing lokasi dimasukkan secara terpisah ke dalam amplop/sampul atau wadah/kantong plastik, kemudian dibungkus dan masing-masing diikat dilak, disegel, dan diberi label.
b.         darah kering:
1.                  gunakan sarung tangan untuk menghindari kontaminasi;
2.                  kerik darah kering dengan menggunakan alat kerik yang tajam dan bersih;
3.                  kerikan darah ditampung pada sehelai kertas putih bersih kemudian dilipat dan dimasukkan ke dalam amplop yang diberi label;
4.                  dalam hal ditemukan lebih dari satu lokasi darah kering, setiap lokasi menggunakan alat kerik yang berbeda, tidak menggunakan yang bekas;
5.                  hasil kerikan dari setiap lokasi yang berbeda ditampung secara terpisah; dan
6.                  dalam hal bercak darah kering yang tipis dan sulit untuk dikerik, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut  :
a)                 mengambil sepotong kain katun putih dan membasahi kain tersebut dengan air suling/aquadest sampai lembab;
b)                 kain basah tersebut disapukan pada permukaan bercak darah, sehingga bercak darah terserap; dan
c)                  serapan darah dikeringkan di ruang terbuka dengan di angin-anginkan tanpa menggunakan alat pengering  dan  tidak  boleh   langsung   terkena   sinar  matahari,              kemudian serapan dimasukkan dalam amplop/sampul kemudian diikat dilak, disegel, dan diberi label.
c.         jaringan tubuh (pada kulit, gigi, tulang, dan sebagainya) :
1.                  gunakan sarung tangan untuk menghindari kontaminasi;
2.                  jaringan tubuh yang berasal dari mayat, diambil oleh dokter forensik, pilih jaringan tubuh yang belum mengalami pembusukan lanjut;
3.                  apabila mayat telah mengalami pembusukan lanjut, ambil gigi berakar tiga (geraham) dan tulang; dan
4.                  Dari TKP kebakaran atau ledakan, ambil serpihan-serpihan jaringan yang ditemukan di TKP; dan
5.                  masing-masing jaringan tubuh dimasukan kedalam kantong plastik yang berbeda, diikat dilak, disegel, dan diberi label.




Pasal 68

Pemeriksaan barang bukti rambut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf b wajib memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:
a.                  rambut diambil sesuai dengan tata cara pengambilan barang bukti rambut sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 peraturan ini;
b.                  rambut dimasukan ke dalam lipatan kertas putih, lipatan kertas putih dimasukan kedalam amplop dan diberi label;
c.                  apabila terdapat beberapa rambut, gunakan lipatan kertas putih yang berbeda;
d.                  diperlukan bahan pembanding rambut tersangka/korban, dengan jumlah paling sedikit 3 helai rambut berikut akarnya;
e.                  rambut pembanding dibungkus secara terpisah, kemudian diikat, dilak, disegel, dan diberi label;
f.                    segera dikirim ke Labfor Polri; dan
g.         apabila penyidik tidak dapat mengambil barang bukti rambut sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dapat meminta bantuan petugas Labfor Polri untuk pengambilan barang  bukti atau pemeriksaan barang bukti langsung di TKP.

Pasal 69

Tata cara pengambilan barang bukti rambut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 huruf a, adalah sebagai berikut:
a.         apabila ditemukan rambut di TKP atau tempat lain yang terkait dengan kejadian perkara, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1.         angkat rambut dengan hati-hati dari permukaan objek dengan menggunakan pinset;
2.         rambut dimasukkan ke dalam lipatan kertas putih, lipatan kertas putih dimasukan kedalam amplop dan diberi label;
3.         apabila terdapat beberapa rambut, gunakan lipatan kertas putih yang berbeda; dan
4.         kertas lipatan tersebut masukkan ke dalam amplop/sampul lalu diberi label.
b.         apabila rambut diduga terdapat pada kemaluan korban (dalam kasus perkosaan, dan pembunuhan dengan pemerkosaan), dilakukan  langkah-langkah sebagai berikut:
1.         sisir rambut kemaluan korban (minta bantuan suster petugas wanita atau korban sendiri) secara hati-hati dengan sisir yang bersih; dan
2.         rambut yang terkumpul dimasukan ke dalam lipatan kertas putih, lipatan kertas putih dimasukan kedalam amplop kemudian diikat, dilak, disegel, dan diberi label.
Pasal 70

Pemeriksaan barang bukti air mani/sperma sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf c wajib memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:
a.         air mani/sperma diambil sesuai dengan tata cara pengambilan barang bukti air mani/sperma;
b.         air mani/sperma dalam keadaan kering;
c.         air mani/sperma yang menempel pada barang yang mudah diangkat (antara lain baju, sprei, sarung             bantal, dan handuk), dikirimkan beserta barangnya;
d.         air mani/sperma yang menempel pada barang yang sulit diangkat (antara lain kasur dan karpet), dikirimkan bagian yang ada air mani/spermanya;
f.          air mani/sperma yang terdapat pada lantai, dikeringkan dan dikerik dengan alat yang tajam yang bersih, dimasukan ke dalam lipatan kertas putih, lipatan kertas putih dimasukkan ke dalam amplop/sampul serta diberi label;
g.         setiap barang bukti dijaga agar tidak terkontaminasi, dibungkus secara terpisah, kemudian diikat, dilak, disegel, dan diberi label;
h.         apabila ditemukan air mani/sperma pada bagian tubuh korban hidup (paha dan vagina) agar meminta bantuan suster/dokter bidan Puskesmas setempat guna mengambil/mengumpulkan barang bukti air mani/sperma tersebut;
i.          diperlukan bahan pembanding air mani/sperma tersangka;
j.          air mani/sperma pembanding dibungkus secara terpisah, kemudian diikat, dilak, disegel, dan diberi label;
k.         segera dikirim ke Labfor Polri; dan
l.          apabila penyidik tidak dapat mengambil barang bukti air mani/sperma sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dapat meminta bantuan petugas Labfor Polri untuk pengambilan barang  bukti atau pemeriksaan barang bukti langsung di TKP.

Pasal 71

Tata cara pengambilan barang bukti air mani/sperma sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf a, adalah sebagai berikut:
a.                  apabila ditemukan pada benda yang mudah diangkat seperti pada pakaian dalam dan luar, sprei, sarung bantal, dan handuk dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1.                  kumpulkan dan pilahkan masing-masing benda tersebut; dan
2.                  apabila benda-benda tersebut basah atau lembab keringkan dahulu dengan cara mengangin-anginkan sebelum dibungkus.

 b.        apabila ditemukan pada benda yang sulit diangkat seperti kasur atau karpet lakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1.         gunting bagian kasur atau karpet yang mengandung air mani dengan hati-hati; dan
2          masukkan guntingan kasur atau karpet yang mengandung air mani tersebut ke dalam sampul.

c.         apabila ditemukan pada benda yang sulit diangkat seperti lantai lakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1.                  gunakan sarung tangan untuk menghindari kontaminasi;
2.                  kerik air mani/sperma dengan menggunakan alat yang tajam dan bersih;
3.                   kerikan air mani/sperma ditampung pada sehelai kertas putih bersih kemudian dilipat dan dimasukkan ke dalam amplop, kemudian diikat, dilak, disegel, dan diberi label;
4.                   dalam hal ditemukan lebih dari satu lokasi air mani/sperma, setiap lokasi menggunaan alat tajam yang berbeda, tidak menggunakan yang bekas; dan
5.                  hasil kerikan dari setiap lokasi yang berbeda ditampung secara terpisah.




Pasal 72

Pemeriksaan barang bukti saliva/air liur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf d wajib memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:
a.                  saliva/air liur diambil sesuai dengan tata cara pengambilan barang bukti Saliva/air liur;
b.                  saliva/air yang terdapat pada barang yang dapat diangkat seperti puntung rokok, diangkat seluruh barangnya;
c.                  saliva/air yang terdapat pada barang yang tidak dapat diangkat seperti bekas gigitan, diambil dengan cara menyerapnya dengan kertas saring, kemudian di angin-anginkan hingga kering;
d.                  diperlukan bahan pembanding berupa darah tersangka;
e.                  masing masing barang bukti dan bahan pembanding dibungkus secara terpisah, kemudian diikat, dilak, disegel, dan diberi label;
f.                    segera dikirim ke Labfor Polri; dan
g.         apabila penyidik tidak dapat mengambil barang bukti darah sebagaimana dimaksud dalam   huruf a, dapat meminta bantuan petugas Labfor Polri untuk pengambilan barang  bukti atau pemeriksaan barang bukti langsung di TKP.

Pasal 73

Tata cara pengambilan barang bukti saliva/air liur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 huruf a, adalah sebagai berikut:
a.                  barang bukti saliva/air liur dapat ditemukan pada puntung rokok atau benda-benda bekas gigitan;
b.                  ambil puntung rokok atau benda bekas gigitan yang dapat diangkat dengan menggunakan pinset, masukan ke dalam amplop, kemudian diikat, dilak, disegel, dan diberi label;
c.                  apabila terdapat beberapa puntung rokok atau benda bekas gigitan yang dapat diangkat , masing-masing dibungkus secara terpisah; dan
d.                  apabila benda bekas gigitan tidak dapat diangkat, serap saliva/air liur dari benda tersebut dengan menggunakan kertas saring atau kain kasa/kain putih, angin-anginkan hingga kering,  masukan ke dalam kantong plastik, kemudian diikat, dilak, disegel, dan diberi label.

Pasal 74

Pemeriksaan barang bukti tumbuh-tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf e wajib memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:
a.                  tumbuhan berupa rumput atau herbal dengan tinggi kurang lebih 30 (tiga puluh) cm, diambil seluruhnya dari akar hingga pucuknya, kemudian dibuat herbarium;
b.                  tumbuhan berupa pohon yang besar. diambil bagian tangkai, daun, bunga dan buahnya kemudian dibuat herbarium;
c.                  herbarium dibungkus dengan kertas dan diberi pelindung agar tidak rusak;
d.                  barang bukti dimasukkan ke dalam kotak karton, diikat, dilak, dan disegel;
e.                  segera dikirim ke Labfor Polri; dan
f.          apabila penyidik tidak dapat mengambil barang bukti tumbuh-tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 huruf a, huruf b dan huruf c, dapat meminta bantuan petugas Labfor Polri untuk pengambilan barang  bukti atau pemeriksaan barang bukti langsung di TKP.


Pasal  75

Pembuatan herbarium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf a dan huruf b dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a.                   tumbuhan dipres dengan anyaman pada kedua sisinya;
b.                   bagian atasnya ditutup dengan kertas;
c.                   dijemur di bawah sinar matahari pada pagi hari; dan
d.                   penjemuran dilakukan berulang-ulang sehingga tumbuhan menjadi kering.

Pasal  76

Pemeriksaan barang bukti polen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf f wajib memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:
a.                  baju dan celana tersangka/korban yang diduga mengandung polen dimasukkan ke dalam kantong plastik dan tutup/diikat;
b.                  bungkus yang rapi, diikat, dilak, disegel, dan diberi label.
c.                  segera dikirim ke Labfor Polri; dan
d.         apabila penyidik tidak dapat mengambil barang bukti darah sebagaimana dimaksud dalam  huruf a, dapat meminta bantuan petugas Labfor Polri untuk pengambilan barang  bukti atau pemeriksaan barang bukti langsung di TKP.

Pasal 77

Pemeriksaan barang bukti sampel mikro organisme dalam tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf g wajib memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:
a.                  mikro organisme yang terdapat pada tanah, diambil dengan tanahnya;
b.                  tanah diambil hanya pada permukaannya saja;
c.                  pengambilan sampel tanah paling sedikit dari 3 tempat atau lokasi;
d.                  sampel tanah yang dibutuhkan paling sedikit 25 (dua puluh lima) gram;
e.                  sampel tanah dimasukkan ke dalam kantong plastik terpisah, masing-masing kantong diberi tanda atau kode tempat pengambilan sampel;
f.                    tempatkan barang bukti tersebut pada kardus atau peti, dikat, di lak dan disegel
g.                  segera dikirim ke Labfor Polri; dan
h.         apabila penyidik tidak dapat mengambil barang bukti darah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 huruf a, dapat meminta bantuan petugas Labfor Polri untuk pengambilan barang  bukti atau pemeriksaan barang bukti langsung di TKP.


Pasal 78

Pemeriksaan barang bukti daging  hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf h wajib memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:
a.         barang bukti daging hewan dilakukan penyisihan sampel secara acak (random) sehingga dapat mewakili dari keseluruhan barang bukti, dengan ketentuan:
1.         barang bukti yang beratnya kurang dari 500 (lima ratus) gram dikirim semua;
2.         barang bukti yang beratnya 500 (lima ratus) gram sampai dengan 10.000 (sepuluh ribu) gram dikirim 500 (lima ratus) gram; dan
3.         barang bukti yang beratnya lebih dari 10.000 (sepuluh ribu) gram dikirim sesuai dengan rumus  √n (n = jumlah barang bukti).

b.         barang bukti dibungkus dengan plastik bening dan tidak diawetkan dengan formalin;

c.         selama dalam pengiriman, barang bukti yang telah ditempatkan dalam wadah, wadahnya dimasukan kedalam Ice Box yang telah diisi es batu; dan

d.         apabila penyidik tidak dapat mengambil barang bukti daging hewan  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf a dapat meminta bantuan petugas Labfor Polri untuk pengambilan barang  bukti atau pemeriksaan barang bukti langsung di TKP.