Selasa, 26 Januari 2010

Laboratorium Penguji Narkoba

LABORATORIUM PENGUJI NARKOBA



Dalam UU RI Nomor 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA, Laboratorium penguji sampel Narkoba diatus sebagai berikut :


Pasal 90
(1) Untuk keperluan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, penyidik BNN, dan penyidik pegawai negeri sipil menyisihkan sebagian kecil barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika untuk dijadikan sampel guna pengujian di laboratorium tertentu dan dilaksanakan dalam waktu paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak dilakukan penyitaan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengambilan dan pengujian sampel di laboratorium tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah


Dengan penjelasan sebagai berikut :


Pasal 90
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “laboratorium tertentu” adalah laboratorium yang sudah terakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Laboratorium penguji sampel Narkoba dan Psikotropika yang ditunjuk sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1173 / Menkes / SK / 1998 antara lain BNN, BPOM, Labkesda, dan Labfor Polri (Puslabfor dengan seluruh cabang)


Berkaitan dengan hal tersebut diatas, selain melayani pemeriksaan sampel / barang bukti dari para penyidik (Polri, Pom TNI, Kejaksaan, pengadilan dan PPNS sesuai Perkap Nomor 10 tahun 2009), Labforcab Medan juga melayani permintaan "SURAT KETERANGAN BEBAS NARKOBA" untuk keperluan pendaftaran sekolah, kuliah, melamar kerja, Caleg, Cagub /Cawagub, Cabup/Cawabup, dan lain)


Hubungi LABORATORIUM FORENSIK TERDEKAT SESUAI AREA SERVICENYA (Medan, Palembang, Jakarta, Semarang, Surabaya, Denpasar dan Makasar)

Prekursor

GOLONGAN DAN JENIS PREKURSOR

SESUAI LAMPIRAN II

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 35 TAHUN 2009

TENTANG NARKOTIKA


Prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika yang dibedakan dalam tabel sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.


TABEL I

1. Acetic Anhydride.

2. N-Acetylanthranilic Acid.

3. Ephedrine.

4. Ergometrine.

5. Ergotamine.

6. Isosafrole.

7. Lysergic Acid.

8. 3,4-Methylenedioxyphenyl-2-propanone.

9. Norephedrine.

10. 1-Phenyl-2-Propanone.

11. Piperonal.

12. Potassium Permanganat.

13. Pseudoephedrine.

14. Safrole.

TABEL II

1. Acetone.

2. Anthranilic Acid.

3. Ethyl Ether.

4. Hydrochloric Acid.

5. Methyl Ethyl Ketone.

6. Phenylacetic Acid.

7. Piperidine.

8. Sulphuric Acid.

9. Toluene.

Daftar Narkoba

DAFTAR NARKOTIKA
SESUAI LAMPIRAN I
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 35 TAHUN 2009
TENTANG NARKOTIKA

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongangolongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.


DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN I

1. Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya.
2. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah tanaman Papaver Somniferum L yang hanya mengalami pengolahan sekedar untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya.
3. Opium masak terdiri dari :
a. candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain, dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan.
b. jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain.
c. jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.
4. Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya.
5. Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung atau melalui perubahan kimia.
6. Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.
7. Kokaina, metil ester-1-bensoil ekgonina.
8. Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis.
9. Tetrahydrocannabinol, dan semua isomer serta semua bentuk stereo kimianya.
10. Delta 9 tetrahydrocannabinol, dan semua bentuk stereo kimianya.
11. Asetorfina : 3-0-acetiltetrahidro-7α-(1-hidroksi-1-metilbutil)-6, 14-endoeteno-oripavina.
12. Acetil – alfa – metil fentanil N-[1-(α-metilfenetil)-4-piperidil] asetanilida.
13. Alfa-metilfentanil : N-[1 (α-metilfenetil)-4-piperidil] propionanilida
14. Alfa-metiltiofentanil : N-[1-] 1-metil-2-(2-tienil) etil]-4-iperidil] priopionanilida
15. Beta-hidroksifentanil : N-[1-(beta-hidroksifenetil)-4-piperidil] propionanilida
16. Beta-hidroksi-3-metil-fentanil : N-[1-(beta-hidroksifenetil)-3-metil-4 piperidil] propio-nanilida.
17. Desmorfina : Dihidrodeoksimorfina
18. Etorfina : tetrahidro-7α-(1-hidroksi-1-metilbutil)-6, 14-endoeteno-oripavina
19. Heroina : Diacetilmorfina
20. Ketobemidona : 4-meta-hidroksifenil-1-metil-4propionilpiperidina
21. 3-metilfentanil : N-(3-metil-1-fenetil-4-piperidil) propionanilida
22. 3-metiltiofentanil : N-[3-metil-1-[2-(2-tienil) etil]-4-piperidil] propionanilida
23. MPPP : 1-metil-4-fenil-4-piperidinol propianat (ester)
24. Para-fluorofentanil : 4‘-fluoro-N-(1-fenetil-4-piperidil) propionanilida
25. PEPAP : 1-fenetil-4-fenil-4-piperidinolasetat (ester)
26. Tiofentanil : N-[1-[2-(2-tienil)etil]-4-piperidil] propionanilida
27. BROLAMFETAMINA, nama lain DOB : (±)-4-bromo-2,5-dimetoksi- α –metilfenetilamina
28. DET : 3-[2-( dietilamino )etil] indol
29. DMA : ( + )-2,5-dimetoksi- α -metilfenetilamina
30. DMHP : 3-(1 ,2-dimetilheptil)-7 ,8,9, 10-tetrahidro-6,6,9-trimetil-6Hdibenzo [b, d] piran-1-ol
31. DMT : 3-[2-( dimetilamino )etil] indol
32. DOET : (±)-4-etil-2,5-dimetoksi- α –metilfenetilamina
33. ETISIKLIDINA, nama lain PCE : N-etil-1-fenilsikloheksilamina
34. ETRIPTAMINA. : 3-(2aminobutil) indole
35. KATINONA : (-)-(S)- 2-aminopropiofenon
36. ( + )-LISERGIDA, nama lain LSD, LSD-25 : 9,10-didehidro-N, N-dietil-6-metilergolina-8 β- karboksamida
37. MDMA : (±)-N, α -dimetil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina
38. Meskalina : 3,4,5-trimetoksifenetilamina
39. METKATINONA : 2-(metilamino )-1- fenilpropan-1-on
40. 4- metilaminoreks : (±)-sis- 2-amino-4-metil- 5- fenil- 2-oksazolina
41. MMDA : 5-metoksi- α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina
42. N-etil MDA : (±)-N-etil- α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamin
43. N-hidroksi MDA : (±)-N-[ α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetil]hidroksilamina
44. Paraheksil : 3-heksil-7,8,9, 10-tetrahidro-6,6, 9-trimetil-6H-dibenzo [b,d] piran-1-ol
45. PMA : p-metoksi- α -metilfenetilamina
46. psilosina, psilotsin : 3-[2-( dimetilamino )etil]indol-4-ol
47. PSILOSIBINA : 3-[2-(dimetilamino)etil]indol-4-il dihidrogen fosfat
48. ROLISIKLIDINA, nama lain PHP,PCPY : 1-( 1- fenilsikloheksil)pirolidina
49. STP, DOM : 2,5-dimetoksi- α ,4-dimetilfenetilamina
50. TENAMFETAMINA, nama lain MDA: α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina
51. TENOSIKLIDINA, nama lainTCP: 1- [1-(2-tienil) sikloheksil]piperidina
52. TMA : (±)-3,4,5-trimetoksi- α -metilfenetilamina
53. AMFETAMINA : (±)- α –metilfenetilamina
54. DEKSAMFETAMINA : ( + )- α –metilfenetilamina
55. FENETILINA : 7-[2-[( α -metilfenetil)amino]etil]teofilina
56. FENMETRAZINA : 3- metil- 2 fenilmorfolin
57. FENSIKLIDINA, nama lain PCP : 1-( 1- fenilsikloheksil)piperidina
58. LEVAMFETAMINA, nama lain levamfetamina : (- )-(R)- α –metilfenetilamina
59. Levometamfetamina : ( -)- N, α -dimetilfenetilamina
60. MEKLOKUALON : 3-( o-klorofenil)- 2-metil-4(3H)- kuinazolinon
61. METAMFETAMINA : (+ )-(S)-N, α –dimetilfenetilamina
62. METAKUALON : 2- metil- 3-o-to lil-4(3H)- kuinazolinon
63. ZIPEPPROL : α - ( α metoksibenzil)-4-( β-metoksifenetil )-1-piperazinetano
64. Opium Obat
65. Campuran atau sediaan opium obat dengan bahan lain bukan narkotika


DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN II

1. Alfasetilmetadol : Alfa-3-asetoksi-6-dimetil amino-4,4-difenilheptana
2. Alfameprodina : Alfa-3-etil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina
3. Alfametadol : alfa-6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol
4. Alfaprodina : alfa-l, 3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina
5. Alfentanil : N-[1-[2-(4-etil-4,5-dihidro-5-okso-l H-tetrazol-1-il)etil]-4-(metoksimetil)-4-pipe ridinil]-N-fenilpropanamida
6. Allilprodina : 3-allil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina
7. Anileridina : Asam 1-para-aminofenetil-4-fenilpiperidina)-4-karboksilat etil ester
8. Asetilmetadol : 3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-difenilheptana
9. Benzetidin : asam 1-(2-benziloksietil)-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester
10. Benzilmorfina : 3-benzilmorfina
11. Betameprodina : beta-3-etil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipipe ridina
12. Betametadol : beta-6-dimetilamino-4,4-difenil-3–heptanol
13. Betaprodina : beta-1,3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipipe ridina
14. Betasetilmetadol : beta-3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-difenilheptana
15. Bezitramida : 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-(2-okso-3-propionil-1-benzimidazolinil)-piperidina
16. Dekstromoramida : (+)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1-pirolidinil)butil]-morfolina
17. Diampromida : N-[2-(metilfenetilamino)-propil]propionanilida
18. Dietiltiambutena : 3-dietilamino-1,1-di(2’-tienil)-1-butena
19. Difenoksilat : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester
20. Difenoksin : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-fenilisonipekotik
21. Dihidromorfina
22. Dimefheptanol : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol
23. Dimenoksadol : 2-dimetilaminoetil-1-etoksi-1,1-difenilasetat
24. Dimetiltiambutena : 3-dimetilamino-1,1-di-(2'-tienil)-1-butena
25. Dioksafetil butirat : etil-4-morfolino-2, 2-difenilbutirat
26. Dipipanona : 4, 4-difenil-6-piperidina-3-heptanona
27. Drotebanol : 3,4-dimetoksi-17-metilmorfinan-6ß,14-diol
28. Ekgonina, termasuk ester dan derivatnya yang setara dengan ekgonina dan kokaina.
29. Etilmetiltiambutena : 3-etilmetilamino-1, 1-di-(2'-tienil)-1-butena
30. Etokseridina : asam1-[2-(2-hidroksietoksi)-etil]-4fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester
31. Etonitazena : 1-dietilaminoetil-2-para-etoksibenzil-5nitrobenzimedazol
32. Furetidina : asam 1-(2-tetrahidrofurfuriloksietil)4 fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester)
33. Hidrokodona : dihidrokodeinona
34. Hidroksipetidina : asam 4-meta-hidroksifenil-1-metilpiperidina-4-karboksilat etil ester
35. Hidromorfinol : 14-hidroksidihidromorfina
36. Hidromorfona : dihidrimorfinona
37. Isometadona : 6-dimetilamino- 5 -metil-4, 4-difenil-3-heksanona
38. Fenadoksona : 6-morfolino-4, 4-difenil-3-heptanona
39. Fenampromida : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-propionanilida
40. Fenazosina : 2'-hidroksi-5,9-dimetil- 2-fenetil-6,7-benzomorfan
41. Fenomorfan : 3-hidroksi-N–fenetilmorfinan
42. Fenoperidina : asam1-(3-hidroksi-3-fenilpropil)-4-fenilpiperidina-4-karboksilat Etil ester
43. Fentanil : 1-fenetil-4-N-propionilanilinopiperidina
44. Klonitazena : 2-para-klorbenzil-1-dietilaminoetil-5-nitrobenzimidazol
45. Kodoksima : dihidrokodeinona-6-karboksimetiloksima
46. Levofenasilmorfan : (1)-3-hidroksi-N-fenasilmorfinan
47. Levomoramida : (-)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1pirolidinil)butil] morfolina
48. Levometorfan : (-)-3-metoksi-N-metilmorfinan
49. Levorfanol : (-)-3-hidroksi-N-metilmorfinan
50. Metadona : 6-dimetilamino-4, 4-difenil-3-heptanona
51. Metadona intermediate : 4-siano-2-dimetilamino-4, 4-difenilbutana
52. Metazosina : 2'-hidroksi-2,5,9-trimetil-6, 7-benzomorfan
53. Metildesorfina : 6-metil-delta-6-deoksimorfina
54. Metildihidromorfina : 6-metildihidromorfina
55. Metopon : 5-metildihidromorfinona
56. Mirofina : Miristilbenzilmorfina
57. Moramida intermediate : asam (2-metil-3-morfolino-1, 1difenilpropana karboksilat
58. Morferidina : asam 1-(2-morfolinoetil)-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester
59. Morfina-N-oksida
60. Morfin metobromida dan turunan morfina nitrogen pentafalent lainnya termasuk bagian turunan morfina-N-oksida, salah satunya kodeina-N-oksida
61. Morfina
62. Nikomorfina : 3,6-dinikotinilmorfina
63. Norasimetadol : (±)-alfa-3-asetoksi-6metilamino-4,4-difenilheptana
64. Norlevorfanol : (-)-3-hidroksimorfinan
65. Normetadona : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heksanona
66. Normorfina : dimetilmorfina atau N-demetilatedmorfina
67. Norpipanona : 4,4-difenil-6-piperidino-3-heksanona
68. Oksikodona : 14-hidroksidihidrokodeinona
69. Oksimorfona : 14-hidroksidihidromorfinona
70. Petidina intermediat A : 4-siano-1-metil-4-fenilpiperidina
71. Petidina intermediat B : asam4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester
72. Petidina intermediat C : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat
73. Petidina : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester
74. Piminodina : asam 4-fenil-1-( 3-fenilaminopropil)- pipe ridina-4-karboksilat etil ester
75. Piritramida : asam1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4(1-piperidino)-piperdina-4-Karbosilat armida
76. Proheptasina : 1,3-dimetil-4-fenil-4-propionoksiazasikloheptana
77. Properidina : asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat isopropil ester
78. Rasemetorfan : (±)-3-metoksi-N-metilmorfinan
79. Rasemoramida : (±)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1-pirolidinil)-butil]-morfolina
80. Rasemorfan : (±)-3-hidroksi-N-metilmorfinan
81. Sufentanil : N-[4-(metoksimetil)-1-[2-(2-tienil)-etil -4-piperidil] propionanilida
82. Tebaina
83. Tebakon : asetildihidrokodeinona
84. Tilidina : (±)-etil-trans-2-(dimetilamino)-1-fenil-3-sikloheksena-1-karboksilat
85. Trimeperidina : 1,2,5-trimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina
86. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut di atas


DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN III

1. Asetildihidrokodeina
2. Dekstropropoksifena : α-(+)-4-dimetilamino-1,2-difenil-3-metil-2-butanol propionat
3. Dihidrokodeina
4. Etilmorfina : 3-etil morfina
5. Kodeina : 3-metil morfina
6. Nikodikodina : 6-nikotinildihidrokodeina
7. Nikokodina : 6-nikotinilkodeina
8. Norkodeina : N-demetilkodeina
9. Polkodina : Morfoliniletilmorfina
10. Propiram : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-N-2-piridilpropionamida
11. Buprenorfina : 21-siklopropil-7-α-[(S)-1-hidroksi-1,2,2-trimetilpropil]-6,14-endo-entano-6,7,8,14-tetrahidrooripavina
12. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut diatas
13. Campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan narkotika
14. Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan narkotika

Tata cara Permintaan Pemeriksaan BB Narkoba

TATA CARA DAN PERSYARATAN

PERMINTAAN PEMERIKSAAN

BARANG BUKTI NARKOBA

SESUAI PERKAP NOMOR 10 TAHUN 2009

Paragraf 4

Pemeriksaan Barang Bukti Narkoba

Pasal 60

Pemeriksaan barang bukti narkoba berupa bahan dasar (raw material dan precursor), darah/serum dan urine (body fluid) dilaksanakan di Labfor Polri dan/atau di TKP.

Pasal 61

(1) Pemeriksaan barang bukti narkoba berupa bahan dasar (raw material dan precursor) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 wajib memenuhi persyaratan formal sebagai berikut:

a. permintaan tertulis dari kepala kesatuan kewilayahan atau kepala/pimpinan instansi;

b. laporan polisi;

c. BA penyitaan barang bukti yang telah ditandatangani tersangka;

e. BA penyisihan barang bukti yang telah ditandatangani tersangka;

f. BA pembungkusan dan/atau penyegelan barang bukti yang telah ditandatangani tersangka;

g. BAP saksi/tersangka atau laporan kemajuan; dan

h. BA penahanan.

(2) Pemeriksaan barang bukti narkoba berupa bahan dasar (raw material dan precursor) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 wajib memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:

a. barang bukti berupa tanaman (daun, bunga dan biji) dapat langsung dikirimkan;

b. barang bukti berupa sediaan farmasi (tablet, kapsul dan ampul) dikelompokkan sesuai dengan bentuk sediaannya;

c. barang bukti berupa peralatan medis (alat suntik, spuit dan infus) dikirimkan secara utuh/keseluruhan;

d. barang bukti berupa sisa penggunaan (puntung rokok, abu rokok, sisa kemasan vial, sisa kemasan, botol dan bong) dikirimkan secara utuh/keseluruhan;

e. barang bukti dalam bentuk tablet, kapsul, dan ampul dalam jumlah yang besar, dilakukan penyisihan sampel secara acak (random) sehingga dapat mewakili dari keseluruhan barang bukti, dengan ketentuan:

1. barang bukti kurang dari 10 (sepuluh) dikirim semua;

2. barang bukti 10 (sepuluh) sampai dengan 100 (seratus) dikirim 10 (sepuluh) sampel; dan

3. barang bukti lebih dari 100 (seratus) dikirim sampel sesuai dengan rumus √n (n = jumlah barang bukti).

f. barang bukti dalam bentuk tanaman, serbuk, kristal, padatan, atau cairan/kental dilakukan penyisihan sampel secara acak (random) sehingga dapat mewakili dari keseluruhan barang bukti, dengan ketentuan:

1. barang bukti yang beratnya kurang dari 10 (sepuluh) gram atau volumenya 10 (sepuluh) ml, dikirim semua;

2. barang bukti yang beratnya 10 (sepuluh) gram sampai dengan 100 (seratus) gram dikirim 10 (sepuluh) gram, atau yang volumenya 10 (sepuluh) ml sampai dengan 100 (seratus) ml dikirim10 (sepuluh) ml ; dan

3. barang bukti yang beratnya lebih dari 100 (seratus) gram atau volumenya lebih dari 100 (seratus) ml dikirim sesuai dengan rumus √n (n = jumlah barang bukti).

g. barang bukti dibungkus, diikat, dilak, disegel dan diberi label; dan

h. apabila penyidik tidak dapat mengambil barang bukti narkoba berupa bahan dasar (raw material dan precursor) sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dapat meminta bantuan petugas Labfor Polri untuk pengambilan barang bukti atau pemeriksaan barang bukti langsung di TKP.

Pasal 62

(1) Pemeriksaan barang bukti narkoba berupa darah/serum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 wajib memenuhi persyaratan formal sebagai berikut:

a. permintaan tertulis dari kepala kesatuan kewilayahan atau kepala/pimpinan instansi;

b. laporan polisi;

b. BA pengambilan barang bukti darah yang telah ditandatangani tersangka;

c. BA pembungkusan dan/atau penyegelan barang bukti yang telah ditandatangani tersangka;

d. BA penahanan; dan

e. BAP saksi/tersangka atau laporan kemajuan.

(2) Pemeriksaan barang bukti narkoba berupa darah/serum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 wajib memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:

a. barang bukti darah/serum bagi pengguna narkoba secara oral/diminum, diambil antara 4 sampai dengan 48 jam setelah pemakaian;

b. barang bukti darah/serum bagi pengguna narkoba secara intra vena/disuntik, diambil antara 2 sampai dengan 6 jam setelah pemakaian;

c. barang bukti darah diambil paling sedikit 10 (sepuluh) ml dengan diberi antikoagulan (Na. Sitrat/EDTA), sedangkan untuk serum paling sedikit 5 (lima) ml;

d. pengambilan darah/serum agar meminta bantuan tenaga medis (dokter) atau para medis (mantri kesehatan, bidan, perawat).

e. barang bukti dibungkus, diikat, dilak, disegel dan diberi label.

f. darah/serum dikirim, paling lambat 1 (satu) hari setelah pengambilan darah sudah diterima di Labfor Polri;

g. selama dalam pengiriman, darah/serum yang telah ditempatkan dalam wadah, wadahnya dimasukan kedalam Ice Box yang telah diisi es batu;

h. apabila penyidik tidak dapat mengambil barang bukti narkoba berupa darah/serum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dapat meminta bantuan petugas Labfor Polri untuk pengambilan barang bukti atau pemeriksaan barang bukti langsung di TKP.

Pasal 63

(1) Pemeriksaan barang bukti narkoba berupa urine sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 wajib memenuhi persyaratan formal sebagai berikut:

a. permintaan tertulis dari kepala kesatuan kewilayahan atau kepala/pimpinan instansi;

b. laporan polisi;

c. BA pengambilan barang bukti urine yang telah ditandatangani tersangka;

d. BA pembungkusan dan/atau penyegelan barang bukti yang telah ditandatangani tersangka;

e. BA penahanan; dan

f. BAP saksi/tersangka atau laporan kemajuan.

(2) Pemeriksaan barang bukti narkoba berupa urine sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 wajib memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:

a. barang bukti urine bagi pengguna narkoba secara oral/diminum, diambil 1 (satu) sampai 4 (empat) hari setelah diminum;

b. barang bukti urine bagi pengguna narkoba secara intra vena/disuntik, diambil 1 (satu) sampai 3 (tiga) hari setelah penggunaan;

c. barang bukti urine diambil paling sedikit 25 (dua puluh lima) cc, dimasukan kedalam wadah yang tidak mudah pecah dan ditutup, kemudian langsung disimpan dalam kulkas dengan temperatur dibawah 0o C;

d. wadah urine tidak boleh menggunakan kantong plastik, dan tutup wadah tidak boleh menggunakan bahan karet;

e. dilakukan pengujian/tes urine pendahuluan (screening test) sebelum dikirimkan ke Labfor Polri;

f. barang bukti dibungkus, diikat dilak, disegel dan diberi label;

g. paling lambat 1 (satu) hari setelah pengambilan, urine sudah diterima di Labfor Polri;

h. selama dalam pengiriman, urine yang telah ditempatkan dalam wadah, wadahnya dimasukan kedalam Ice Box yang telah diisi es batu; dan

i. apabila penyidik tidak dapat mengambil barang bukti narkoba berupa urine sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, dapat meminta bantuan petugas Labfor Polri untuk pengambilan barang bukti atau pemeriksaan barang bukti langsung di TKP.

Jumat, 22 Januari 2010

Terapi / Rehabilitasi Korban Narkoba

Mungkin diantara kita, keluarga, rekan, teman, sahabat atau siapa saja disekitar kita yang kebetulan menjadi korban penyalahgunaan NARKOBA, Polri umumnya dan Polda Sumut Khususnya, memberikan kesempatan untuk dilakukan treatment / terapi atau rehabilitasi, bukan diperlakukan sebagai TERSANGKA tetapi sebagai korban penyalahgunaan Narkoba, untuk tata cara atau mekanisme untuk mendapatkan fasilitas tersebut, berikut saya kutip tanpa mengurangi esensi dari Penerangan satuan Polda Sumut No. : 177 / X / 2009 / PENSAT, sebagai berikut :



MEKANISME TERAPI DAN REHABILITASI
KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA
DI PANTI REHABILITASI DAN UNIT PELAKSANA TEKNIS TERAPI DAN REHABILITAASI )UPTT & R) LIDO SUKABUMI


DASAR :

1. UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika
a) Pasal 46 tentang kewajiban orang tua dan korban pecandu narkotika untuk mendapat pengobatan dan / atau perawatan
b) Pasal 49 tentang kewajiban pemerintah menunjuk tempat rehabilitasi yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.

2. UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
a) Pasal 37 tentang kewajiban pengguna untuk ikut serta dalam pengobatan dan / atau perawatan
b) Pasal 39 tentang kewajiban pemerintah memberikan fasilitas rehabilitasi yang diselenggarakan oleh pemerintah dan / atau masyarakat.

3. UU No. 23 tahun 1992 tentang pengguna Narkoba harus direhabilitasi oleh Pemerintah

4. Surat edaran Mahkamah Agung Nomor 7 tahun 2009 tentang menempatkan pemakai Narkoba. Dalam terapi dan rehabilitasi.

Dalam rangka meningkatkan pelayanan publik secara transparan oleh Kapolda Sumatera Utara dan Jajarannya, pada pelaksanaan pencegahan dan pemberian pelayanan Treatment / Terapi dan Rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan narkoba, apabila saudara selaku pengguna Narkoba, dengan kesadaran sendiri datang dan melapor kepada Polri, maka saudara bukan sebagai tersangka akan tetapi saudara adalah korban Narkoba yang perlu mendapatkan Treatment / Terapi dan Rehabilitasi.

TATA CARA UNTUK MENDAPATKAN TREATMENT DAN REHABILITASI :

1. Korban dan / atau orang tua korban dapat melaporkan diri kepada Kepolisian terdekat.
2. Polri dan korban / orang tua korban berdiskusi untuk menentukan tempat rehabilitasi yang sudah ada baik milik pemerintah maupun swasta.
3. Biaya yang ditimbulkan selama dalam perawatan dibebankan kepada keluarga.
4. Biaya Treatment / Terapi dan Rehabilitasi milik pemerintah adalah Gratis kecuali ongkos bderangkat.
5. Biaya pengobatan atas penyakit lainnya yang ada pada korban ditanggung keluarga.
6. Bagi pelaku yang di vonis oleh pengadilan negeri bahwa yang bersangkutan agar di treatment dan di rehabilitasi supaya keluarga korban segera membawa kepada Polri terdekat untuk diterapi dan di rehabilitasi ke Lido Sukabumi.

DIHIMBAU KEPADA SELURUH MASYARAKAT SUMATERA UTARA BAHWA :

1. Dengan adanya mekanisme terapi dan rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan narkoba diharapkan masyarakat pengguna / korban penyalahgunaan narkoba atau orang tua pengguna / korban penyalahgunaan narkoba tidak ragu ragu melapor kepada pihak Polri.

2. Mekanisme terapi dan rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan narkoba ini merupakan pedoman pelaksanaan tugas kepolisian di jajaran Polda Sumut.

3. Diharapkan korban penyalahgunaan narkoba dan keluarga korban dapat terfasilitasi dan dapat meninggalkan ketergantungan narkoba.

TATA CARA DAN PROSEDUR PENGADUAN KORBAN / ORANGTUA KORBAN PENGGUNA NARKOBA

1. Harus datang ke kantor Polri terdekat dengan membuat surat pernyataan bahwa keluarga / korban bersedia dilakukan treatment / terapi / rehabilitasi.
2. Orang tua / keluarga harus membuat surat permohonan bantuan penangkapan terhadap korban apabila tidak bersedia /tidak mau diserahkan oleh keluarga kepada Polri untuk dibawa ke tempat rehabilitasi.
3. Korban akan dilakukan teest urine di Laboratorium Foresik Polda Sumut (Laboratorium Forensik cabang Medan).
4. Orang tua / keluarga bersedia dan sanggup membiayai ongkos perjalanan sampai ke tempat treatment / rehabilitasi yang dituju.
5. Orang tua /kelaurga harus ikut bersama Polri untuk mengantar korban sampai ke tempat treatment / rehabilitasi.




Kamis, 07 Januari 2010

MENGUTAMAKAN PENEGAKAN KEADILAN


Sepanjang tahun 2009 ada menguatnya perhatian dan penilaian publik terhadap suatu proses hukum yang dinilai kurang adil, namun diakhir tahun justru terdapat keputusan lembaga peradilan yang menerobos hukum positif demi menegakkan keadilan substantif yaitu nilai keadilan yang diyakini dan berkembang di masyarakat. Dari berbagai peristiwa tersebut telah memberi gambaran baru bahwa antara hukum dan keadilan dapat menjadi dua hal yang berbeda.
Disuatu waktu hukum dapat kehilangan napas keadilan dan untuk menegakkan keadilan perlu dilakukan terobosan terhadap aturan hukum. Ada baiknya sekilas dikemukakan pemahaman mendasar akan hukum dan keadilan. Hukum adalah institusi atau instrumen yang dibutuhkan dan keberadaannya melekat pada setiap kehidupan sosial atau masyarakat. Hukum diperlukan untuk mewujutkan dan menjaga tatanan kehidupan bersama yang harmonis. Tanpa adanya aturan hukum, kehidupan masyarakat akan tercerai berai dan tidak dapat lagi disebut sebagai kesatuan kehidupan sosial.
Hukum itu bertujuan ada 3 (tiga) : tujuan yang tertinggi adalah keadilan, kepastian hukum (ingat beda makna dengan kepastian berdasarkan hukum, Catur Prasetya butir 3) dan kemanfaatan. Sedangkan keadilan merupakan tujuan hukum yang utama karena hanya dengan keadilan tatanan kehidupan masyarakat dapat terpelihara. Dalam konteks Indonesia, keadilan yang dianut adalah keadilan sosial, yaitu keadilan bagi seluruh rakyat sesuai dengan konteks kesosialan masyarakat Indonesia.
Hukum sesungguhnya dibuat dan ditegakkan untuk mewujudkan keadilan. Namun hukum dan keadilan memang tidak selalu sejalan, hal ini terjadi karena keadilan sebagai nilai tidak mudah untuk diwujudkan dalam norma hukum. Nilai keadilan yang abstrak dan tidak selalu bersifat rasional, tidaklah dapat seluruhnya diwadahi dalam norma hukum yang preskriptif yang terdapat dalam undang-undang.
Norma hukum berupa perintah ataupun larangan bertujuan agar setiap individu anggota masyarakat melakukan sesuatu tindakan yang diperlukan untuk menjaga harmoni kehidupan bersama ataupun sebaliknya agar tidak melakukan suatu tindakan yang dapat merusak tatanan keadilan. Jika tindakan yang diperintahkan tidak dilakukan atau suatu larangan dilanggar, maka keseimbangan harmoni masyarakat akan terganggu karena tercederainya keadilan. Untuk mengembalikan tertib kehidupan bermasyarakat, keadilan harus ditegakkan.
Prinsip penegakan hukum haruslah dijiwai oleh spirit keadilan yang berhati nurani dari para penegak hukum. Penyidik Polri termasuk Analis Forensik perlu menerapkan hukum tanpa kehilangan roh keadilan. Berdasarkan ”kajian” saya pribadi, hasil pemeriksaan Labfor Polri ada yang tidak dijiwai oleh spirit keadilan karena salah/keliru/tidak sebagaimana mestinya itu jelas-jelas akan dihadapkan dengan kode etik, (seharusnya ???). Pemeriksaan yang tidak di jiwai oleh spirit keadilan itu terjadi pada semua bidang di Labfor Polri.

(Dapat diberikan beberapa contoh, namun karena keterbatasan waktu silahkan para pamen memberi contoh sendiri)

Camkan 3 (tiga) hal, Untuk jawab perlunya penegakan keadilan :
  1. Pengertian kata Forensik (Polri) mengandung kata adil sehingga ada pengertian pengadilan, peradilan / Yustisia, Kehakiman.
  2. Ingat kasus 3 (tiga) cacao, yang nenek-nenek buta hukum; Ingat kasus celana dalam bekas warna merah jambu; Ingat kasus Prita dengan putusan hakim bebas. Kontradiksi dengan tiga kasus, seorang tidak diproses oleh polisi padahal telah meninggalkan, menelantarkan anak-anaknya di kontrakkan sehingga mau tak mau para tetangga terpaksa mengurus anak - anaknya.
  3. Jika jaksa tidak melibatkan peran Labfor (tentu karena tidak dilibatkan oleh penyidik Polri) namun lawyer terdakwa menghadirkan kesaksian Labfor untuk kepentingan penegakan pengadilan, bagaimana ???...

Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mewakili pendapat admin labfor.care. Pengarangnya diketahui admin namun untuk menjamin kebebasan berpendapat sebagaimana dimaksudkan dalam pembukaan blog labforcare, identitasnya dirahasiakan. Silahkan memberikan komentar sesuai dengan term & condition.